Jumat, 26 November 2010

PERILAKU PEMBELIAN KONSUMEN

Pengambilan Keputusan Pembelian

Dalam pengambilan keputusan merupakan suatu proses kegiatan pembelian yang tampak hanyalah satu tahap dari keseluruhan proses pembelian konsumen.
Basu Swasta dan T. Hani Handoko, (1982, Hal. 103 ) proses pengambilan keputusan melalui lima tahap yaitu :

1. Menganalisis atau pengenalan kebutuhan dan keinginan.

Dalam penganalisaan kebutuhan dan keinginan suatu proses ditujukan untuk mengetahui adanya kebutuhan dan keinginan yang belum terpenuhi. Jika suatu kebutuhan diketahui, maka konsumen akan memahami adanya kebutuhan yang segera dipenuhi atau masih ditunda pemenuhannya. Tahap ini adalah proses pembelian mulai dilakukan.

2. Pencarian informasi dan penilaian sumber – sumber.

Pencarian informasi dapat bersifat aktif atau pasif, internal atau eksternal, pencarian informasi yang bersifat aktif dapat berupa kunjungan terhadap beberapa toko untuk membuat perbandingan harga dan kualitas produk, sedangkan pencarian informasi pasif hanya dengan membaca iklan di majalah atau surat kabar tanpa mempunyai tujuan khusus tentang gambaran produk yang diinginkan.

Pencarian informasi internal tentang sumber – sumber pembelian dapat berasal dari komunikasi perorangan dan pengaruh perorangan yang terutama berasal dari komunikasi perorangan dan pengaruh perorangan yang terutama berasal dari pelopor opini, sedangkan informasi eksternal berasal dari media masa dan sumber informasi dari kegiatan pemasaran perusahaan.

3. Penilaian dan seleksi terhadap alternatif pembelian.

Meliputi dua tahap yaitu menetapkan tujuan pembelian dan menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan tujuan pembelian.
Tujuan pembelian bagi masing – masing konsumen tidak selalu sama, tergantung pada jenis produk dan kebutuhannya.

4. Keputusan untuk membeli.

Tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen benar – benar membeli produk. Keputusan untuk membeli atau tidak produk yang ditawarkan. Keputusan untuk membeli yang diambil oleh pembeli sebenarnya merupakan kesimpulan dari sejumlah keputusan, misalnya : keputusan tentang jenis produk, bentuk produk, jumlah produk dan sebagainya. Apabila produk yang dihasilkan perusahaan sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan, maka produk tersebut mampu menarik minat untuk membeli. Bila konsumen dapat dipuaskan maka pembelian berikutnya akan membeli merk tersebut lagi dan lagi.

5. Perilaku sesudah pembelian.

Setelah melakukan pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen akan melakukan tindakan setelah kegiatan membeli dalam hal penggunaan produk tersebut sehingga harus diperhatikan oleh pemasar bahwa tugas pemasaran tidak berakhir ketika produk sudah dibeli tetapi terus sampai pada periode setelah pembelian.

Faktor Utama yang Mempengaruhi Perilaku Membeli

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian

1. Faktor Budaya

Faktor budaya memiliki pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perilaku. Peran budaya, sub – budaya dan kelas sosial pembeli sangatlah penting.

Contoh :

Budaya populer bisa direpresentasikan dalam berbagai bentuk. iklan, musik, televisi, fashion misalnya dapat menjadi bentuk dari budaya populer. Kepopuleran model rambut Lady Diana tokoh dan disukai banyak wanita adalah salah satu contoh budaya populer dalam bentuk fashion. Sementara itu, televisi juga bisa merupakan bentuk dari budaya populer. Kata "wes ewes-ewes bablas angine" yang dikatakan oleh Basuki dalam sebuah iklan menjadi begitu populer dikalangan pemirsa televisi. Kata " wes ewes-ewes bablas angine' merupakan bentuk budaya populer yang disampaikan melalui televisi:

Selain iklan dan televisi sebagai bentuk yang bisa merepresentasikan budaya populer, musik juga bisa menjadi bentuk dari adanya budaya populer. Aliran musik Sheila merupakan aliran musik yang merepresentasikan budaya populer. Budaya populer juga bisa direpresentasikan dalam pakaian yang dikenakan oleh sekelompok orang dalam suatu masyarakat. Pakaian ketat dengan menonjolkan lekuk tubuh dan pinggang wanita merupakan budaya populer yang sekarang sedang marak dikalangan remaja putri Indonesia. Pada tahiin 60-an sampai 70-an rok mini merupakan budaya yang sangat populer pada saat itu.

a. Budaya
Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar.

b. Sub - Budaya
Sub - budaya terdiri dari bangsa, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak sub-budaya yang membentuk segmen pasar penting, dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

c. Kelas Sosial
Pada dasarnya semua masyarakat memiliki strata sosial. Strata tersebut kadang – kadang berbentuk sistem kasta dimana anggota kasta yang berbeda dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta mereka. Kelas sosial menunjukan preferensi produk dan merek yang berbeda dalam banyak hal. Beberapa pemasar memusatkan usaha mereka pada satu kelas sosial.


2. Faktor Sosial
Sebagai tambahan atas faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktor – faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status.

Kelompok Kelas Sosial

Kelas sosial dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Namun pada intinya kelas sosial itu berkisar antara kelas sosial atas sampai bawah. Untuk kepentingan pemasaran kelasa sosial itu dapat dibagi menjadi; kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Untuk suatu kajian yang lebih detail pembagian itu dapat lebih dipertajam, misalanya kelasa atas dibagi lagi menjadi kelas atas atas, atas menenggah dan atas bawah. Gambaran pembagiankelas sosial dapat dibuat sebagai berikut:

1. Kelas atas dicirikan dengan pendapatan besar, intelek, membeli barang yang bergengsi, ikut dalam klub bergengsi, suka perjalanan ke negara maju.
2. Kelas menengah dicirikan dengan kehidupan baik, membeli apa yang populer, membelajakan uang untuk hal-hal yang layak untuk dialami, memberikan perhatian tinggi pd rumah.
3. Kelas bawah dicirikan dengan sangat tergantung pd dukungan ekonomi dan emosional dr sanak keluarga, menginginkan kemudahan berkarya dan hiburan, bertahan dr cobaan dunia menuju “karunia Tuhan”.

Kelas Sosial dan Perilaku Pembelian

Kelas sosial dalam masyarakat menunjukkan status tertentu dalam masyarakat, kelas atas berarti statusnya dalam masyarakat adalah tinggi. Status membawa peran terntentu. Peran adalah seperangkat aharapa yang ditimpakan pada seseorang yang menduduki status tertentu. Di kampus status anda adalah mahasiswa maka anda harus berperilaku seperti mahasiswa, misalnya intelek, tidak kolokan, sensitif terhadap persoalan. Sedangkan ketika anda diruman status anda adalah anak, sebagai anak anda dapatm perperilaku merengek, manja, bermalas-malas, dans sebagainya, sebuahperilaku yang tidak selayaknya ketika status anda adalah mahasiswa. Disini kelihatan bahwa kelas sosial akan menentukan perilaku seseorang.

Dalam berperilaku, status sosial konsumen tturut memainkan pengaruh. Tindakan apa yang seharusnya dilakukan konsumen sangat ditentukan oleh status sosialnya. Berikut gambaran perbedaan peran yang dimainkan oleh konsumen dengan status sosial tinggi dan status sosial rendah. Perilaku Konsumen 74 Kelas Atas Kelas Bawah
1. Kebiasaan belanja

a. as a pleasure
b. mengunjungi toko yang memiliki image “high-fashion.
c. Lb banyak mencari informasi dr media masa.
d. Harga bk indikator kualitas

a. menyenangi barang masal dan toko diskon.
b. Memiliki informasi produk yang minim, bertindak berdasar display di toko & info wiraniaga, suka membeli produk “on sale”

2. Aktivitas waktu luang

a. aktivitas yang punya presrtise spt; tenis, golf, menghadiri kegiatan sosial, membaca, mengikuti organisai sosial.
b. Lb banyak membaca surat kabar, untuk acara TV menyukai olah raga dan drama terbaru.

a. lebih banyak melihat TV, memancing, sepak bola, angkat berat, dan dirumah.
b. Tidak banyak baca surat kabar, suka melihat opera sabun, quiz, dan komedi situasi.

3. Kepribadian

a. berfokus pada masa yad, punya keyakinan diri, berani mengambil risiko, memiliki pandangan yang luas.
b. Kepemilikan melambangkan “motivasi pribadi pemilik”.

a. berfokus pd masa kini dan masa lalu, pandangan yang terbatas, berorientasi pd diri dan keluarga.
b. Kepemilikan mrp “nasib baik”


a. Kelompok Acuan

Kelompok Acuan adalah seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung ( tatap muka ) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.

Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok acuan pelanggan mereka. Namun, tingkat pengaruh kelompok acuan terhadap produk dan merk adalah berbeda – beda. Kelompok acuan mempunyai pengaruh kuat atas pilihan produk dan pilihan merk.


b. Keluarga

Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi obyek penelitian yang ekstensif. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.

c. Peran dan Status
Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Setiap peran memiliki status. Orang – orang memilih produk yang mengkonsumsikan peran dan status mereka dalam masyarakat.

Minggu, 14 November 2010

Etika Bisnis, Membangun Kepedulian dalam Lingkungan Perusahaan dan Masyarakat

Saat ini, mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis. Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri. Bagaimana dengan di lingkungan perusahaan? Perusahaan juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri.
Namun apakah etika itu sendiri dapat teraplikasi dan dirasakan oleh pihak-pihak yang wajib mendapatkannya? Pada prakteknya banyak perusahaan yang mengesampingkan etika demi tercapainya keuntungan yang berlipat ganda. Lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga menggeser prioritas perusahaan dalam membangun kepedulian di masyarakat. Kecenderungan itu memunculkan manipulasi dan penyelewengan untuk lebih mengarah pada tercapainya kepentingan perusahaan. Praktek penyimpangan ini terjadi tidak hanya di perusahaan di Indonesia, namun terjadi pula kasus-kasus penting di luar negeri.

Contoh kasus di dalam negeri, kita diingatkan oleh Freeport dengan perusakan lingkungan. Masyarakat dengan mata kepala sendiri menyaksikan tanah airnya dikeruk habis. Sehingga dampak dari hadirnya Freeport mendekatkan masyarakat dari keterbelakangan. Kalaupun masyarakat menerima ganti rugi, itu hanyalah peredam sesaat, karena yang terjadi justru masyarakat tidak banyak belajar dari usahanya sendiri. Masyarakat terlena dengan ganti rugi tiap tahunnya, padahal dampak jangka panjangnya sungguh luar biasa. Masyarakat akan semakin terpuruk dari segi mental dan kebudayaannya akan terkikis. Juga dalam beberapa tahun ini, tentunya kita masih disegarkan oleh kasus lumpur Lapindo. Kita tahu berapa hektar tanah yang terendam lumpur, sehingga membuat masyarakat harus meninggalkan rumahnya. Mungkin bisa jadi ada unsur kesengajaan di dalamnya. Demi peningkatan profit yang tinggi, ada hal yang perlu dikorbankan, tentunya tidak lain masyarakat itu sendiri. Kita juga masih ingat akan kasus Teluk Buyat yang menyebabkan tercemarnya lingkungan tersebut. Yang cukup menghebohkan mungkin kasus Marsinah, seorang buruh yang memperjuangkan hak-haknya, tetapi mengalami peristiwa tragis yang membuat nyawanya melayang.
Semua itu terjadi karena tidak diterapkannya etika dalam berbisnis. Di dalam etika itu sendiri terkandung penghargaan, penghormatan, tanggungjawab moral dan sosial terhadap manusia dan alam. Kalau kita melihat lebih jauh tentunya ada dua kepentingan, baik dari perusahaan dan masyarakat yang perlu diselaraskan. Di dalamnya terkandung juga hak dan kewajiban yang harus terpenuhi. Coba mari kita renungkan bersama, bukankah tidak diterapkannya etika dalam berbisnis justru akan menjadi bumerang bagi perusahaan tersebut? Mungkin akan banyak biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan kasus serta citra perusahaan di masyarakat luas semakin miring. Hal ini justru akan sangat merugikan perusahaan itu sendiri.
Belum lagi kasus yang terjadi di luar negeri. Sebagai contoh adalah kasus asuransi Prudential di Amerika. Belum lagi skandal Enron ,Tycon, Worldcom dsb. Banyaknya kasus yang terjadi membuat masyarakat berpikir dan mulai menerapkan etika dalam berbisnis. Apalagi sekarang masyarakat mulai membicarakan CSR (Corporate Social Responsibility). Apa itu? Dalam artikel yang ditulis oleh Chairil Siregar disebutkan CSR merupakan program yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan undang-undang pasal 74 Perseroan Terbatas. Tentunya dengan adanya undang-undang ini, industri maupun korporasi wajib melaksanakannya, tetapi kewajiban ini bukan merupakan beban yang memberatkan. Salah satu contoh yaitu komitmen Goodyear dalam membangun masyarakat madani, ekonomi, pendidikan, kesehatan jasmani, juga kesehatan sosial. Kepedulian ini sebagai wujud nyata peran serta perusahaan di tengah masyarakat. Perlu diingat pembangunan suatu negara bukan hanya tanggungjawab pemerintah dan industri saja tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan kualitas hidup masyarakat.

Industri Berbasis Etika Bisnis Nasionalis

Bisnis berbasis teknologi memang bukan hal mudah. Apalagi di Indonesia yang teknologi lokalnya jarang dilirik orang. Namun tidak berarti kita harus melupakan etika bisnis. Ada yang namanya etika bisnis nasionalis.
Teknologi memang bukan merupakan produk unggulan dari negeri kita, namun bukan berarti tidak dibutuhkan dalam setiap roda kegiatan yang berputar. Sementara ini produk teknologi yang digunakan di dalam negeri kebanyakan disuplai dari negeri orang lain. Yang di sebut sebagai konten lokal walau selalu digembar-gemborkan dan bahkan sudah menjadi sebuah peraturan, kenyataannya tetap hanya menyisakan sedikit ruang bagi karya-karya anak bangsa.
Mengapa bisa begitu? Penulis mencoba menganalisa faktor penyebabnya.

1. Kebijakan belanja teknologi belum terutama disebabkan atas perencanaan kedepan yang strategis. Seringkali pengadaan atau pembuatan sistem berbasis teknologi lebih dimotivasi kuat oleh faktor yang bersifat kuratif.

2. Kita sendiri memang tidak mampu menyediakan sebuah solusi yang 100% bikinan dalam negeri. Rantai komponen atau produk yang bersifat kompleks dalam sistem yang dibangun masih belum bisa ter-rakit di dalam negeri. Memang mungkin negara lain juga tidak bisa, namun untuk Indonesia dampak negatifnya lebih pada sikap under-estimate terhadap teknologi dalam negeri. Konten yang kecil yang merupakan karya anak bangsa masih belum dibanggakan dengan serius.

3. Memproduksi sendiri semua komponen justru tidak ekonomis. Mengingat produksi selalu memiliki konteks yang sensitif harga yaitu skala produksi.Memang tidak mudah untuk membangun pasar sambil berinvestasi pada proses produksi. Hal ini sama dengan judi taruhan tinggi. Atau memiliki visi yang sangat tajam akan komoditas tersebut di masa depan.

4. Sebuah sistem yang lengkap membutuhkan berbagai bidang teknologi, dari hal yang bersifat hardware, firmware, hingga software. Orang-orang pintar di negeri ini lebih suka single fighter, one man show, sehingga sinergi antara penguasa beberapa bidang teknik kurang bisa terbentuk dalam tataran natural.

5. Pengembangan selalu butuh waktu, padahal proyek biasanya dikejar waktu. Karena memang sifatnya bahwa setiap sistem berbasis teknologi memiliki kualifikasi yang harus memenuhi kebutuhan user, maka belum tentu tersedia produk-produk final yang sudah ada pada waktu atau kesempatan yang sesuai.
Proyek besar ataupun kecil di Indonesia biasanya berawal dari sesuatu isu yang lebih bersifat politis. Seorang pejabat dalam sebuah institusi, baik perusahaan atau pemerintah, mendapat tekanan dari atasan atas suatu isu tertentu.Dalam rangka menjaga posisinya beliau lalu memerintahkan agar diselenggarakan sebuah proyekuntuk mengatasi tekanan ini. Alhasil kebutuhan ini terdefinisikan sebagai sebuah reaksi, bukan sebagai wujud aksi strategis terencana yang positif.

Etika Bisnis Nasionalis

Bagaimana caranya kita bisa menjalankan pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang baik namun tidak menabrak etika-etika bisnis yang nasionalis? Terminologi nasionalis di sini digunakan dengan maksud bahwa para enterpreneur juga mempertimbangan kepentingan bangsa yang lebih luas. Penulis sendiri tidak punya resep-resep jitu yang bisa terbukti ampuh untuk memperbaiki keadaan negeri kita.
Namun dengan hati yang tulus dan niat yang baik kita bisa mengumpulkan rambu-rambu etika yang kondusif bagi perkembangan bisnis berbasis teknologi di tanah air. Semuanya harus berangkat dari tataran moralitas baru bisa menjadi landasan yang kuat untuk gestur-gestur yang lebih besar. Dengan berlaku demikian kita ikutan membangun moralitas bangsa kita dan selanjutnya merupakan kontribusi kita memperbaiki negeri kita ini, dimulai dari diri kita dan perusahaan kita masing-masing.
Contoh etika bisnis nasionalis adalah, sebelum memulai pekerjaan jangan terlalu banyak bicarakan soal pembagian profit. Rencanakan saja dengan margin yang cukup baik. Hindari usaha greedy merebut pekerjaan hanya alasan margin yang kelewat besar tapi belum tentu bisa menyelesaikan. Bila harus ada “kick-back“,usahakan dilakukan setelah semua pekerjaan selesai dilakukan dengan hasil “everybody happy“, penghitungannya bisa berdasarkan model bonus atas kontribusi.
Perencanaan solusi teknologi sebanyak mungkin menggunakan apa yang sudah dibuat di dalam negeri. Beri kesempatan untuk tidak hanya bikinan sendiri, namun juga rekan lain di dalam negeri. Cari relasi komplemen dalam negeri untuk melengkapi sistem, hardware, firmware, middleware, hingga software. Sinergi saling melengkapi akan sangat mendukung dan membantu dalam pelaksanaan setiap pekerjaan. Sinergi juga akan meningkatkan kemampuan dalam menghasilkan solusi-solusi yang kreatif.

Tips Etika Bisnis Via Email

Apakah Anda sedang berhubungan dengan teman baik Anda atau menjalin bisnis dengan rekan bisnis Anda, etika e-mail selalu diperlukan. Tetapi jika hal itu terjadi pada pekerjaan Anda, Anda harus ekstra hati-hati tentang bagaimana membuat dan mengirim pesan elektronik Anda tersebut.
Lupakan semua lelucon yang biasa Anda kirim dan terima, sekarang perhatikan pada hal-hal: Struktur kalimat yang kurang baik dan pemilihan kata yang kurang tepat. Tentunya, semua ini bukan masalah bisnis.

Jika Anda terbiasa melakukan bisnis lewat e-mail, berikut beberapa tips:

Jelas dan singkat

Bukankah Anda sangat tidak suka dengan e-mail panjang? Jika ya, barang tentu orang lainpun mungkin sangat membencinya. Sama seperti dokumen penting lain yang Anda kirim, Anda perlu membaca e-mail Anda kembali dan mengeditnya. Periksa apa yang telah Anda tulis dan hapus setiap informasi pengulangan.
Memasukan pokok masalah

Hal sederhana seperti tidak memasukan pokok masalah akan membiarkan penerima bertanya-tanya karena ratusan e-mail masuk setiap hari, sehingga pesan Anda dianggap biasa dan tidak mengenal seberapa penting pesan tersebut.
Jangan melibatkan diri sendiri

Ingat bahwa setiap pesan yang berasal dari Anda mempresantasikan diri Anda, jadi Anda tidak ingin menulis sesuatu yang kemudian menyesalinya, maksudnya jangan memasukan nomor-nomor rahasia yang hanya direncanakan untuk diketahui umum pada pertemuan berikutnya.
Profesional

Meskipun pesan online mungkin hampa perasaan, hal itu tidak berarti Anda merasa bebas untuk menggunakan perasaan. E-mail profesional harus tetap profesional. Selalu mengacu pada e-mail sebelumnya untuk memudahkan referensi.
Personalitas

Lengkapi dengan sentuhan personal untuk membuat style e-mail Anda sendiri, sisipkan ungkapan pribadi yang menjadi ciri diri Anda.
Jawab tepat waktu

Menjawab dengan cepat sama penting dengan menerima e-mail saat itu juga. Biasakanlah untuk menjawab tidak lebih dari 24 jam. Selalu mencoba untuk menghubungi setiap orang yang mengirim e-mail jika terdapat pesan penting dan segera mengeceknya.
Jika Anda akan ke luar kantor untuk beberapa lama, misalnya liburan, buatlah auto reply system agar pengirim tidak menunggu jawaban Anda terlalu lama.

Etika bisnis : KEJUJURAN DALAM BERBISNIS

Dalam kita menjalankan bisnis apapun,tak terkecuali dalam bisnis online atau bisnis affiliasi,tentu ada nya yang namanya etika bisnis.
Apa itu etika bisnis?
Menurut saya etika adalah suatu aturan yang lebih ke arah sikap kita dalam berbisnis.Di sini kita berbicara lebih sering berbicara mengenai “pantas atau tidak” apa yang sudah kita lakukan selama ini dalam menjalani bisnis kita.
Karena blog ini khusus berbicara megenai salah satu cabang bisnis online,yaitu bisnis affiliasi,maka kita sekarang akan berbicara mengenai etika dalam berbisnis affiliasi.
Menurut pengalaman saya,ada beberapa etika bisnis yang cukup penting yang harus kita taati dalam menjalankan bisnis affiliasi,diantara nya KEJUJURAN.
Ya pada artikel kali ini kita akan berbicara mengenai KEJUJURAN
Jika kita sekarang berprofesi sebagai pengelola produk bisnis,jika ada orang yang bertanya mengenai produk anda,maka jawablah dengan jujur.Jangan membohongi client.Begitu juga dengan sales letter anda.
Contoh:
Kita sekarang sering sekali mendengar banyak sekali produk yang mengklaim bahwa kita bisa cepet kaya hanya dalam sekejab.Anda pernah dengar yang seperti itu?
Jika ya,maka JANGAN PERCAYA.Tidak ada kaya dalam sekejab.Semua butuh proses.
Kita yang berprofesi sebagai pengelola jangan menipu mereka hanya karena ingin produk kita cepat laku.Padahal isi nya ternyata sampah.Cepat atau lambat produk anda akan di tolak oleh masyarakat.
Mungkin anda pernah mendengar:
“Tarik tunai di ATM saldo malah bertambah”
Pernah dengar produk bisnis yang berbicara seperti itu? Anda percaya?
Saya sama sekali ga percaya,walaupun saya belum pernah mencoba produk nya.Kenapa?
Karena itu ga logis! Kalau memang benar seperti itu,kenapa mereka masih beriklan disana sini? Padahal sebenar nya mereka sudah kaya?
Jadi saya bisa ambil kesimpulan:
“Yang dimaksud dengan tarik tunai atm saldo tambah terus adalah: Dengan kita menjual produk itu maka uang di atm kita semakin banyak jika ada yang membeli.Itu yang dimaskud atm kita bertambah.Mereka hanya memanfaat kan kekuatan judul saja.Agar produk mereka laku keras.”
Itu menurut saya lho,anda setuju? Dan menurut saya pihak bank ga akan sebodoh itu deh
Jadi jika kita bicara etika bisnis terutama mengenai kejujuran,semua dikembalikan kepada diri kita masing-masing,pengen cepet kaya dengan cara berbohong, kaya secara bertahap dengan cara yang jujur
Anda pilih yang mana?
Jika anda punya kritik,saran,dan merasa artikel dari saya bermanfaat,tolong beri komentar ya! Ayo kita berdiskusi


Terimakasih


Salam sukses!

Etika Berbisnis Online di Facebook

Semenjak boomingnya kembali peluang Berbisnis di Internet, banyak anak remaja hingga professional muda yang mulai melirik dan mencari cara untuk memulai Bisnis di Internet.

Dan Facebook menjadi salah satu alternatif untuk menghasilkan uang di Internet oleh banyak orang. Mulai dari Promosi link Affiliate sampai menawarkan barang Dagangan yang Real Product atau Jasa.

Tetapi hampir setiap Owner Online Shop di Facebook tidak memahami dan menyadari adanya Etika Berbisnis Online di Facebook dan secara tidak langsung mereka sudah menganggu kenyamanan Privacy setiap Friends List yang bergabung didalamnya.

Dalam artikel ini, saya tidak akan membahas tentang Bagaimana Cara Memulai Berbisnis di Facebook, melainkan saya akan membahas tentang Etika Berbisnis Online di Facebook. Selain Bisnis Konvensional (Offline), Etika Berbisnis juga harus diterapkan dalam Bisnis di Internet (Bisnis Online) karena Bisnis adalah Bisnis dan Bisnis mempunyai aturan dan tata krama (etika).

Ada 3 Etika Berbisnis Online di Facebook yang berfungsi untuk meningkatkan Branding dan Penjualan, yaitu:

Etika Pertama dan Terpenting,
Jangan pernah melakukan Tag Photo kepada Friend List kita tanpa ijin, karena kita tidak tahu apakah mereka terganggu atau tidak. Ibarat kita datang kerumah orang dan langsung masuk ke dalam rumahnya.

Etika Kedua,
Jangan pernah merubah Nomor Telp Pemesanan yang sudah kita cantumkan dalam Facebook. Kalau pun hilang, segera beritahu kepada mereka tentang Kehilangan dan Perubahan Nomor maximal 1×24 jam.

Etika Ketiga,
Tanya dan Jawab. Kesalahan Owner Online Shop adalah jarang memberikan Response kepada Friends yang bertanya. Jika mereka bertanya di Wall, balas di Wall. Kalau mereka bertanya di FBM (Facebook Message) balas di FBM (Facebook Message) paling lambat 1×24 jam sekali pun pertanyaan itu tidak penting!. Berikan Response terbaik kita sebagai Owner Online Shop.

Lho?! Saya kurang setuju dengan Etika Pertama. Kalau tidak melakukan Tag Photo, bagaimana mereka bisa tau kalau kita ada barang dagangan baru atau promosi?.

Kelebihan Facebook adalah menyediakan Update Wall Post (Status), menyediakan kelebihan Link pada Status, menyediakan Facebook Page, dan menyediakan Fasilitas Facebook Message yang bisa dikirim ke beberapa orang sekaligus serta Facebook menyediakan Top News. Kita dapat memanfaatkan Update Status dan Link. Sebagai contoh:

“Bro & Sis, kita baru saja upload product baru yang bisa dilihat pada album [Link Kita]. Jangan lupa dilihat ya, bagus-bagus dan murah lho…”.

Dengan begitu, setiap yang sudah bergabung menjadi Friends List Online Shop kita, pasti akan melihat dan apabila mereka tertarik dengan product jual/jasa kita, otomatis mereka pasti akan memberikan Komentar pada photo.

ETIKA BERBISNIS DALAM ERA GLOBALISASI

Setiap orang dalam kehidupan sehari-hari, akan selalu melihat atau berhubungan langsung dengan berbagai jenis kegiatan bisnis. Baik itu bisnis yang dilakukan oleh golongan menengah ke bawah ataupun pengusaha golongan atas. Semua kegiatan bisnis yang dilakukan haruslah mempunyai etika, yaitu seorang pelaku bisnis harus mempunyai tindakan yang terpuji seperti jujur dalam berbisnis, selalu belajar dari setiap kegagalan yang pernah dialami, dan tidak bersifat serakah atau tamak.
Seorang pelaku bisnis harus dapat membaca setiap peluang yang ada tanpa harus terpengaruh oleh orang lain dan berani untuk mengambil resiko, ini merupakan modal awal dalam menghadapi era globalisasi dimana perdagangan dunia jauh lebih bebas di masa mendatang. Dalam kondisi tersebut, semua pelaku bisnis harus siap untuk berkompetisi dengan tujuan agar memperoleh keuntungan yang maksimal. Tetapi perlu diingat, walaupun tujuan bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan, bisnis tersebut harus tetap mentaati segala peraturan yang ada dengan tidak menghalalkan segala cara agar semua keinginan dapat tercapai.
Etika bisnis merupakan suatu usaha yang mendorong orang untuk selalu mematuhi dan melaksanakan persaingan bisnis yang sehat. Setiap pelaku bisnis memiliki cara yang berbeda-beda dalam menciptakan bisnis yang beretika, tetapi hal yang paling mendasarnya adalah mengendalikan diri dari tindakan main curang dan korupsi.
Beberapa hal yang harus dimiliki untuk menciptakan tindakan bisnis yang beretika :
1. Mampu menentukan tindakan mana yang harus dijalankan dan mana yang harus dihindari,
2. Mempunyai niat yang baik dalam berbisnis,
3. Jujur dalam berbisnis,
4. Tidak bersifat serakah atau tamak,
5. Memiliki sifat bertanggung jawab,
6. Mengendalikan diri dari tindakan main curang, dan
7. Tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.

ETIKA BISNIS PANCASILA

I. People of the same trade seldom meet together, even for merriment and diversion, but the conversation ends in a conspiracy against the public or in some contrivance to raise prices. It is impossible indeed to prevent such meeting by any law which either could be executed or would be consistent with liberty and justice. But though th law cannot hinder people of the same trade from sometimes assembling together it ought to do nothing to facilitate such assemblies, much less to render them necessary. (Dikutip dalam Mubyarto, PERPIIS, h. 57)
II. Jika ada pendapat bahwa (ilmu) ekonomi tidak mengajarkan keserakahan sedangkan (ilmu atau praktek) bisnis memang serakah, maka memang yang relevan adalah etika bisnis bukan etika ekonomi atau ekonomi moral. Namun jelas Adam Smith mengajarkan adanya homo ekonomikus atau homo socius atau homo religiousus. Artinya manusia memang mengandung pada dirinya dua sifat yang nampak bertentangan, yaitu sifat-sifat selfish-egois dan sifat-sifat social-symphathetic. Inilah sifat-sifat manusia yang masing-masing digambarkan dalam buku Adam Smith Wealth of Nations (1776) dan The Theory of Moral Sentiments.
III. Pengertian social economics atau economic sociology (Max Weber) adalah cara lain untuk menggambarkan sifat-sifat sosial manusia. Artinya manusia pada dasarnya suka hidup bermasyarakat dan saling membutuhkan yang dalam bahasa Jerman dikenal dalam konsep Gemeinschaft (paguyuban) yang dilawankan dengan konsep Gesellschaft (patembayan). Dalam dunia bisnis Jawa ada istilah “Tuna Satak Bati Sanak” yang artinya orang dapat mentoleransi kerugian uang dengan kompensasi bertambahnya persaudaraan (brotherhood).
IV. Dalam dunia perbankan di Indonesia sejak krisis moneter (krismon) tahun 1997, yang belum kunjung teratasi sampai sekarang, terlihat telah berkembang sistem dan praktek perbankan kapitalistik yang tidak etik karena menekankan pada pengejaran untung sebesar-besarnya. Dalam perbankan etik harus dihilangkan atau dikurangi nafsu mengejar untung tanpa batas, tanpa memperdulikan kepentingan pihak lain. Perbankan etik di Indonesia harus menuju pada upaya-upaya mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Perbankan Syariah adalah perbankan yang demikian yang dewasa ini mulai digalakkan.
V. The outstanding faults of the economic society in which we live are its failure to provide for full employment and its arbitrary and equitable distribution of welath and income… I believe that there is social and psychological justification for significant inequalities of income and wealth but not for such large disparities as exist today (JM Keynes, 1936).
Meskipun pernah diantara kita menolak tuduhan Indonesia telah melaksanakan sistem ekonomi Kapitalisme yang cacatnya disebutkan Keynes di atas, tetapi sekarang lebih banyak orang terang-terangan menerima sistem ekonomi tersebut karena dianggap “tak terelakkan” dan karena sejak 1991 jelas kapitalisme telah terbukti memenangkan persaingan dengan sosialisme.
VI. I shall argue that these perceptions are justified, that current capitalism is indeed morally deficient. This book is absolut whether, without abandoning capitalism, these serious deficiencies can be overcome (DW Hasslet, Capitalism with Morality, 1994).
Kapitalisme yang “bermoral” adalah yang kaum buruh (dan petani untuk Indonesia) ikut serta aktif dalam “manajemen produksi”, yang serius mengembangkan program-program penanggulangan kemiskinan, dan jelas-jelas berusaha meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.
It is not capitalism per se that is immoral, but current capitalism. Capitalism with morality is possible… a capitalism without extreme inequalities of wealth and opportunity, a capitalism without alienated workers, a capital with morality. (Hasslet, h. 264).
VII. Jika Indonesia pernah menyambut baik sistem sosialisme religius yaitu sistem sosialisme yang aturan-aturan mainnya banyak mengacu pada ajaran-ajaran agama, maka di pihak lain ada yang menganggap lebih tepat menerapkan sistem Kapitalisme Pancasila. Pada hemat kami Pancasila berhak menjadi ideologi, pegangan yang secara penuh menggariskan aturan main, kebijakan dan program-program pembangunan nasional baik dalam bidang ekonomi maupun sosial.
VIII. Etika Bisnis Indonesia yang dapat kita sebut Etika Bisnis Pancasila mengacu pada setiap sila atau perasan-perasannya. Menurut Bung Karno, pada pidato kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Pancasila dapat diperas menjadi Sila Tunggal, yaitu Gotong Royong, atau Tri Sila sbb:
1. Socio-nasionalisme (Kebangsaan dan Peri Kemanusiaan)
2. Socio-demokrasi (Demokrasi/ Kerakyatan, dan Kesejahteraan Sosial); dan
3. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Syarat mutlak dapat diwujudkannya Etika Bisnis Pancasila adalah mengakui terlebih dahulu Pancasila sebagai ideologi bangsa, sehingga asas-asasnya dapat menjadi pedoman perilaku setiap individu dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sehari-hari. Baru sesudah asas-asas Pancasila benar-benar dijadikan pedoman etika bisnis, maka praktek-praktek bisnis dapat dinilai sejalan atau tidak dengan pedoman moral sistem Ekonomi Pancasila.

Makalah disampaikan dalam Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Etika Bisnis dan Ekonomi Moral, Jakarta, 5 Maret 2002.

Idul fitri dan penguatan etika bisnis

Oleh: Prof. Masykuri Abdillah

Idulfitri merupakan puncak dari rangkaian ibadah puasa Ramadan yang dilaksanakan selama sebulan penuh. Dengan demikian, pembahasan tentang makna (nilai-nilai) yang terkandung dalam Idulfitri tidak bisa lepas dari pembahasan tentang makna yang terkandung dalam ibadah puasa.
Allah menyebutkan tujuan puasa ini untuk membentuk orang-orang yang bertakwa kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (Q.S. al-Baqarah: 183).
Meskipun demikian, ternyata puasa juga mengandung hikmah tidak hanya yang berdimensi spiritual dan vertikal tetapi juga sosial dan horizontal, terutama penguatan akhlak (etika-moral) dan watak (karakter) orang yang berpuasa. Puasa bahkan menjadi sarana latihan yang efektif untuk penguatan akhlak dan karakter ini, terutama untuk mewujudkan manusia yang bebas dari dosa dan perbuatan tercela, manusia yang dapat mengendalikan diri dan jujur, dan sekaligus manusia yang memiliki solidaritas sosial yang tinggi.
Makna mendalam
Puasa dilakukan melalui pengendalian diri (imsak) pada siang hari dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dari aktivitas makan, minum dan hubungan seksual. Namun, kesempurnaan puasa tidak terbatas pada pengekangan tiga hal ini saja, tetapi meliputi pengekangan ego dari semua keinginan, sikap dan tindakan tercela (kemaksiatan). Dalam pelaksanaan puasa ini terkandung pula nilai kejujuran yang tinggi, karena bisa saja seseorang berpura-pura puasa di hadapan umum tetapi sebenarnya ia tidak berpuasa.
Di samping itu, dalam puasa juga terkandung nilai tolong-menolong (solidaritas sosial). Selama Ramadan seseorang dianjurkan untuk banyak bersedekah, dan diwajibkan membayar zakat fitrah yang terutama diberikan kepada fakir miskin. Bahkan, puasa ini memunculkan empati seseorang dengan membayangkan perasaan fakir miskin yang kelaparan atau kekurangan makanan sebagaimana dirinya mengalami kelaparan saat berpuasa.
Idulfitri merupakan puncak dari rangkaian ibadah puasa Ramadan yang dilaksanakan selama sebulan penuh. Dengan demikian, pembahasan tentang makna (nilai-nilai) yang terkandung dalam Idulfitri tidak bisa lepas dari pembahasan tentang makna yang terkandung dalam ibadah puasa.
Allah menyebutkan tujuan puasa ini untuk membentuk orang-orang yang bertakwa kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (Q.S. al-Baqarah: 183).
Meskipun demikian, ternyata puasa juga mengandung hikmah tidak hanya yang berdimensi spiritual dan vertikal tetapi juga sosial dan horizontal, terutama penguatan akhlak (etika-moral) dan watak (karakter) orang yang berpuasa. Puasa bahkan menjadi sarana latihan yang efektif untuk penguatan akhlak dan karakter ini, terutama untuk mewujudkan manusia yang bebas dari dosa dan perbuatan tercela, manusia yang dapat mengendalikan diri dan jujur, dan sekaligus manusia yang memiliki solidaritas sosial yang tinggi.
Makna mendalam
Puasa dilakukan melalui pengendalian diri (imsak) pada siang hari dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dari aktivitas makan, minum dan hubungan seksual. Namun, kesempurnaan puasa tidak terbatas pada pengekangan tiga hal ini saja, tetapi meliputi pengekangan ego dari semua keinginan, sikap dan tindakan tercela (kemaksiatan). Dalam pelaksanaan puasa ini terkandung pula nilai kejujuran yang tinggi, karena bisa saja seseorang berpura-pura puasa di hadapan umum tetapi sebenarnya ia tidak berpuasa.
Di samping itu, dalam puasa juga terkandung nilai tolong-menolong (solidaritas sosial). Selama Ramadan seseorang dianjurkan untuk banyak bersedekah, dan diwajibkan membayar zakat fitrah yang terutama diberikan kepada fakir miskin. Bahkan, puasa ini memunculkan empati seseorang dengan membayangkan perasaan fakir miskin yang kelaparan atau kekurangan makanan sebagaimana dirinya mengalami kelaparan saat berpuasa.
Orang yang melaksanakan puasa dengan pemenuhan ketiga nilai atau prinsip tersebut, yakni pengendalian diri, kejujuran dan solidaritas sosial, akan menjadi bersih tanpa dosa, sebagaimana sabda Rasulullah: "Barang siapa berpuasa kerena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah berlalu" (H.R. Ahmad), atau dengan ungkapan lain 'itq min al-nâr (bebas dari api neraka).
Oleh karena itu, penutup ibadah puasa ini, yakni pada 1 Syawal, disebut sebagai hari "Idulfitri", yang artinya hari kembalinya manusia kepada sifat alamiahnya yang bersih tanpa dosa. Ketiga nilai tersebut merupakan kunci utama pembentukan akhlak dan karakter yang baik.
Naluri manusia memang memiliki keinginan-keinginan (nafsu), baik nafsu biologis, materi maupun kekuasaan (Q.S. Ali ’Imran: 14). Islam pun tidak melarang keinginan-keinginan ini, tetapi membatasinya minimal dengan ketiga nilai tersebut. Munculnya sejumlah persoalan sosial, seperti korupsi, perampokan, pencurian, penipuan, perzinaan, egoisme, keserakahan, kekerasan, penyalahgunaan wewenang, narkoba, miras dan sebagainya merupakan ekspresi keinginan yang tidak disertai dengan kepemilikan ketiga nilai tersebut. Oleh karenanya, ketiga nilai ini harus diwujudkan tidak hanya selama Ramadan, tetapi juga pada hari-hari di luar Ramadan.
Etika bisnis
Salah satu tujuan syariat Islam adalah untuk melindungi harta (hifzh al-mal). Dalam urusan harta ini Islam memberi dorongan kuat kepada umatnya untuk bekerja memperoleh harta, dan menyebutnya sebagai "usaha pencarian karunia Allah“; dan sebaliknya, Islam mencela orang-orang yang malas bekerja dan pengangguran. Islam pun memberi perlindungan terhadap harta, baik milik sendiri maupun milik orang lain.
Dalam melakukan kegiatan ekonomi (bisnis) tersebut manusia sering tergoda untuk bersikap egois, hanya untuk menguntungkan diri sendiri walaupun harus merugikan orang lain. Oleh karena itu, agar kegiatan pencarian harta (kegiatan ekonomi) ini berjalan dengan aman, fair dan manusiawi, Islam mengajarkan adanya akhlak (etika moral) dan prinsip-prinsip hukum berkaitan dengan kegiatan ekonomi.
Keberadaan etika-moral atau sering disebut “etika bisnis” ini tidak hanya menguntungkan bagi masyarakat umum dan ekonomi nasional, tetapi bahkan bagi perusahaan itu sendiri. Ketiga nilai tersebut di atas merupakan prinsip-prinsip penting sebagai dasar pembentukan etika bisnis ini.
Pertama, pengendalian diri merupakan nilai yang dibutuhkan untuk mengarahkan nafsu serakah dan mengambil untung sebanyak-banyaknya. Islam melarang aktivitas ekonomi yang didasarkan semata-mata untuk keuntungan individu, tanpa menghiraukan kepentingan umum.
Kedua, aktivitas ekonomi juga harus didasarkan pada prinsip kejujuran (amanah) dan tidak saling merugikan antara satu dengan lainnya, sebagaimana sabda Rasulullah: Pelaku bisnis yang jujur dan terpercaya akan termasuk ke dalam golongan para nabi, para orang saleh dan para syuhada'. (H.R. al-Tirmidzi).
Sebaliknya, Islam melarang hubungan ekonomi yang mengandung unsur manipulasi atau penipuan (gharar), baik dalam bentuk informasi bohong tentang kondisi komoditas, sumpah palsu, maupun timbangan yang tidak akurat. Termasuk dalam hal ini adalah adanya kolusi antara pihak pengusaha dan pihak penguasa. Ketidakjujuran ini akan merugikan tidak hanya kepada mitra bisnisnya secara individual, tetapi juga merusak kondisi ekonomi secara nasional serta menghilangkan kepercayaan internasional.
Ketiga, hubungan antarsesama manusia, termasuk dalam bidang ekonomi, harus didasarkan pada sikap kerja sama dan tolong menolong (ta’awun) antara satu dengan lainnya (Q.S. al-Maidah: 2). Kerja sama ini dilakukan karena seseorang tidak bisa berbuat sendiri, tetapi membutuhkan mitra untuk keberhasilan usahanya. Di sisi lain, Islam mencela orang yang egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak memiliki solidaritas sosial. Orang yang demikian ini tidak mau mendermakan sebagian dari kekayaannya kepada orang yang membutuhkan bantuan, seperti anak yatim dan fakir miskin (Q.S. al-Ma’un: 1-3). Oleh karenanya, kini dikembangkan konsep corporate social responsibility (CSR), yakni perlunya tanggung jawab perusahaan untuk membantu kegiatan-kegiatan sosial, termasuk pengentasan kemiskinan.
Dalam kenyataannya, etika bisnis di Indonesia masih belum cukup kuat. Terjadinya krisis ekonomi di akhir kekuasaan Orde Baru lalu antara lain juga disebabkan oleh lemahnya etika bisnis ini, yang dalam kenyataannya telah memperlemah fundamental ekonomi.
Meskipun pada era reformasi ini sudah lebih baik daripada era sebelumnya, aktivitas bisnis yang tidak disertai etika kini masih banyak terjadi. Keserakahan masih banyak terjadi, misalnya dalam bentuk ekspansi usaha bermodal besar yang mematikan usaha kecil, eksploitasi alam yang merusak lingkungan hidup.
Demikian pula, ketidakjujuran juga masih terjadi, misalnya dalam bentuk kolusi pengusaha dengan penguasa serta adanya praktik manipulasi produk, informasi dan penghitungan pajak. Di samping itu, kini masih banyak pula pengusaha yang berorientasi hanya memperoleh keuntungan untuk diri mereka, tanpa disertai rasa tanggung jawab untuk membantu kegiatan-kegiatan sosial.
Memang dalam tahun-tahun terakhir ini kesadaran pengusaha tentang CSR semakin meningkat, dengan semakin banyaknya perusahaan yang menyisihkan dana untuk kegiatan-kegiatan sosial. Namun, kesadaran ini masih belum optimal, terutama di lingkungan perusahaan-perusahaan swasta.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan puasa secara fungsional serta penghayatan terhadap maknanya dan makna Idulfitri menjadikan seseorang tidak hanya bebas dari dosa dan kembali kepada kondisi yang fitri (terlahir kembali), tetapi juga memiliki akhlak (etika-moral) dan karakter yang baik.
Oleh karena itu, nilai-nilai puasa Ramadan dan Idulfitri ini seharusnya juga dipraktikkan pasca-Ramadan dan Idulfitri demi penguatan akhlak bangsa, termasuk etika bisnis. Dengan etika ini seseorang yang melakukan aktivitas bisnis akan mampu mengendalikan diri dari keserakahan dan manipulasi, bertindak secara jujur dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi.

ETIKA BISNIS UNTUK KEBERLANGSUNGAN USAHA

ETIKA BISNIS mulai ramai dibicarakan seputar tahun 80-an ketika dunia bisnis internasional terjadi penyimpangan yang melibatkan para pelaku bisnis di perusahaan kelas dunia. Salah satu kasus yang menghebohkan adalah skandal Lockheed. Begini ceritanya:
Pada pertengahan tahun 1960-an, Japan Airlines (JAL) dan All Nippon Airways (ANA) mengalami booming jumlah penumpang. Kedua perusahaan ini lalu membuat rencana membeli pesawat berbadan lebar. ANA merasa akan kalah bersaing dengan JAL-yang dimiliki oleh pemerintah-dalam pengadaan pesawat ini. Itu sebabnya mereka lalu menyuap Menteri Perhubunga,n Tomisaburo Hashimoto dan wakilnya Takayuki Sato. Usahanya berhasil. Pak menteri menunda permohonan ijin yang diajukan JAL untuk pengadaan pesawat. Hal ini memberikan waktu kepada ANA untuk membuka tender bagi pabrik-pabrik pesawat.
Ada tiga perusahaan besar yang ikut tender ini. McDonald Douglas, lewat perusahaan Mitsui, menawarkan DC-10; Boeing, lewat perusahaan Nissho Iwai, menjual seri 747; dan Lockheed, lewat perusahaan Marubeni, mengajukan TriStar.
Di dalam persaingan ini, Lockheed menjadi kuda hitam. Melihat peluang yang sangat tipis, Marubeni mengusulkan upaya rahasia. Lockheed setuju. Mereka lalu minta saran Yoshio Kodama (agen rahasia Lockheed yang membantu penjualan peralatan militer ke Jepang) . Kodama mengusulkan agar Lockheed-Marubeni menjalin kontak dengan Kenji Osano (staf Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka). Dengan imbalan $200,000(thn 1976), sebagai konsultan, Osano memberi kesempatan kepada Marubeni untuk bertemu langsung dengan Presdir ANA, Tokuji Wakasa.
Untuk jasa ini, Marubeni bermaksud memberikan uang ucapan terimakasih sebesar 500 juta yen atau sekitar $7.53 juta (tahun 1977) kepada Tanaka. Hiyama, presdir Marubeni, mengutus Toshiharu Okubo (Direktur Manajer) menemui A.C. Kotchian, presdir Lockheed untuk membicarakan “hadiah” ini. Kotchian setuju dengan rencana ini.
23 Agustus 1972, Hiyama menemui Tanaka dan menawarkan 500 juta yen sebagai jasa jika Tanaka bersedia mendorong ANA untuk membeli TriStars. Tanaka setuju. Dia lalu berbicara dengan Wakasa, presdir ANA. Sementara, Osano (asisten Tanaka) berusaha meyakinkan wakil presdir ANA, Watanabe. Dua bulan kemudian, ANA mengumumkan bahwa Lockheed memenangkan kontrak pengadaan pesawat ini.
Konspirasi tingkat tinggi ini dijalin dengan begitu rapi. Namun serapat-rapatnya orang membungkus bangkai, akhirnya tercium juga. Senat Amerika mencium bau tidak sedap ini. Mereka melakukan investigasi yang menghasilkan pengakuan Kotchian mengenai praktik bisnis yang kotor ini. Skandal ini lalu diekspos besar-besaran oleh media massa, sehinga memaksa Kakuei Tanaka mengundurkan diri. Sedangkan di Amerika, presiden komisaris Lockheed, Daniel Haughton mengundurkan diri. Orang-orang yang terlibat dalam skandal ini diseret ke muka pengadilan.
Namun rupanya praktik kotor ini tidak hanya sekali dilakukan oleh Lockheed. Di negeri Belanda, mereka menyuap pangeran Bernhard, supaya AU mereka memilih F-104G Starfighters, keluaran Lockheed, daripada pesawat Mirage V. Skandal inilah yang mendorong Amerika untuk membuat Undang-undang Anti-korupsi di Luar-negeri. Isinya melarang warga dan lembaga Amerika untuk memberikan suap kepada pemerintah negara asing.
Kejadian yang memalukan seperti ini mendorong para pakar psikologi, sosiologi, filsafat dan menajemen bisnis untuk mengkaji dan memperbaiki citra dunia bisnis. Bisnis bukan semata-mata berorientasi mengumpulkan materi dan keuntungan finansial, melainkan juga harus memerhatikan etika dan moralitas.
Pada kenyataannya, pelanggaran etika bisnis masih sering dijumpai di Indonesia. Praktik bisnis yang terjadi selama ini dinilai masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik tidak terpuji atau moral hazard. Pelanggaran etika yang sering dilakukan oleh pihak swasta, menurut ketua KPK [saat itu], Taufiequrachman Ruki, adalah penyuapan dan pemerasan. Berdasarkan data Bank Dunia, setiap tahun di seluruh dunia sebanyak US$ 1 triliun (sekitar Rp 9.000 triliun) habis diperuntukkan sebagai uang pelicin alias suap. Dana itu diyakini telah meningkatkan biaya operasional perusahaan. (Koran Tempo - 05/08/2006)
Di bidang keuangan, banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran etika. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Erni Rusyani, terungkap bahwa hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap dalam menyampaikan laporan keuangannya (not avaliable).
Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang sudah sering terjadi. Contohnya adalah kasus pelezat masakan merek ” A”. Kehalalan “A” dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi.
Kasus lainnya, adalah produk minuman berenergi yang sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Minuman. Kita juga masih ingat, obat anti-nyamuk “H” yang dilarang beredar karena mengandung bahan berbahaya.
Kalau mau didaftari satu demi satu, masih banyak lagi pelanggaran hak-hak konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha. Selain itu, masih ada juga pelanggaran etika di bidang ketenaga-kerjaan dan lingkungan.
ARTI PENTING ETIKA BISNIS
Perilaku Etis penting diperlukan untuk sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif baik lingkup makro ataupun mikro.


1. Perspektif Makro
Pertumbuhan suatu negara tergantung pada efektivitas dan efisiensi sistem pasar dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan supaya sistem dapat bekerja secara efektif dan efisien adalah:
a. Adanya hak memiliki dan mengelola properti swasta
b. Adanya kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa
c. Adanya ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa
Jika salah satu subsistem dalam sistem pasar ini melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan mengambat pertumbuhan sistem secara makro. Contoh-contoh perilaku tidak etis pada perspektif makro adalah:
a. Penyogokan atau suap: Yaitu memberikan sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. ‘Pembelian’ itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun ‘pembayaran kembali’ setelah deal terlaksana.
b. Tindakan pemaksaan: Merupakan tekanan, pembatasan, dorongan dengan paksa menggunakan jabatan atau ancaman untuk memaksakan kehendak. Tindakan pemaksaan ini misalnya berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan terhadap seseorang.
c. Informasi palsu (Deceptive information): Yaitu memberikan informasi yang tidak jujur untuk mengelabuhi atau menutupi sesuatu yang tidak benar.
d. Pencurian dan penggelapan: Tidak hanya di bidang politik dan militer, di dalam bidang bisnis pun sudah ada kegiatan spionase. Fei Ye, (37 th), and Ming Zhong, (36 th) ditangkap polisi Amerika dengan tuduhan telah mencuri rancangan microchip dan rahasia perusahaan dari perusahaan komputer Sun Microsystems Inc., NEC Electronics Corp., Transmeta Corp. dan Trident Microsystems Inc. Mereka ditangkap di airport San Fransisco saat akan terbang ke negeri Cina.
e. Perlakukan diskriminatif, yaitu perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama.
2. Perspektif Mikro
Dalam lingkup mikro perilaku etis identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam lingkup mikro terdapat rantai relasi dimana pemasok (supplier), perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan dalam kegiatan bisnis yang saling mempengaruhi. Tiap mata rantai di dalam relasi harus selalu menjaga etika sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik.
Bagaimana perilaku etis dapat berperan dalam menciptakan keberlangsungan usaha? Sebagian besar perusahaan berusaha menciptakan adanya repetitive purchase (pembelian berulang) yang dilakukan konsumen. Hal ini hanya dapat terjadi jika konsumen merasakan kepuasan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Perilaku tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan dapat mencederai kepuasaan ini.
Dalam kaitannya dengan dalam relasi bisnis, setiap perusahaan ingin bekerja sama dengan perusahaan yang dapat dipercaya. Kepercayaan ini ada di dalam reputasi perusahaan yang tidak diciptakan dalam sekejap. Perilaku etis merupakan salah satu komponen utama dalam membangun reputasi perusahaan.
Dalam hubungan dengan pihak perbankan, banyak perbankan yang memasukkan komponen etika bisnis dalam mempertimbangkan pengesahan permohonan kredit. Pihak perbankan lebih yakin dalam mengabulkan pinjaman terhadap perusahaan yang telah melaksanakan prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility.
Dalam skala global, telah merebak kesadaran baru bahwa selain memiliki hak-hak sebagai konsumen, mereka juga memiliki kewajiban. Mereka menyadari bahwa perilaku konsumsi mereka dapat berpengaruh terhadap ketidak-adilan dan kerusakan lingkungan. Itu sebabnya, lapisan masyarakat yang terdidik mulai selektif di dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa. Mereka tidak akan membeli barang yang diproduksi oleh perusahaan yang membalak hutan. Mereka menolak produk dari pabrik yang tidak memberi upah yang layak kepada buruhnya.
Sedangkan secara internal, penerapan etika juga dapat meningkatkan kinerja dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Menurut penelitian Erni Rusyani (dosen Fak. Ekonomi Unpas Bandung) perusahaan yang tidak perduli pada etikq bisnis, maka kelangsungan hidup perusahaan itu akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya. Hal ini terjadi akibat pihak manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Segala kompetensi, keterampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi yang tidak sehat ini.
Di dalam tingkat kompetisi yang sangat tinggi, perusahaan yang dapat bertahan adalah perusahaan yang inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko. Hal ini hanya dapat terjadi jika perusahaan itu memiliki budaya kerja yang suportif. Salah satu syaratnya adalah adanya etika perusahaan.
MENEGAKKAN ETIKA BISNIS
Pengertian etika harus dibedakan dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Berikut ini beberapa pendapat para ahli tentang etika:
“Etika merupakan bagian dari filsafat. Sebagai ilmu, etika mencari keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik-buruk bagi tingkah laku manusia . . .memang apa yang tertemukan oleh etika mungkin menjadi pedoman seseorang, tetapi tujuan etika bukanlah untuk memberi pedoman, melainkan untuk tahu.”(Prof. Ir. Poedjawiyatna, Etika, Filsafat Tingkah Laku)
“Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan padangan-pandangan moral (Franz Magnis Suseno)
“Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.” (A. Sonny Keraf)
“Etika adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika disebut pula akhlak dan disebut pula moral.” (Drs.Sudarsono)
Dengan membaca pendapat-pendapat di atas, kita mengetahui bahwa ada banyak pengertian tentang etika. Yang penting bagi pelaku bisnis adalah bagaimana menempatkan etika pada kedudukan yang pantas dalam kegiatan bisnis. Tugas pelaku bisnis adalah berorientasi pada norma-norma moral. Dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari dia berusaha selalu berada dalam kerangka ‘etis’, yaitu tidak merugikan siapa pun secara moral.
Tolok ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan: apakah keputusanku ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat? Apakah keputusanku berdampak baik atau buruk kepada orang lain? Apakah keputusanku ini melanggar hukum atau tidak?
Ada dua prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi etis dalam pengambilan keputusan yaitu :
1. Prinsip Konsequentialis: Konsep etika ini berfokus pada konsekuensi dari pengambilan keputusan yang dilakukan seseorang. Ini artinya, penilaian apakah sebuah keputusan dapat dikatakan etis atau tidak, itu tergantung pada konsekuensi (dampak) dari keputusan tersebut. Misalnya, keputusan mengalirkan lumpur panas ke laut. Penilaian etis atas keputusan ini diukur dari dampaknya terhadap kerusakan lingkungan dan kerugian masyarakat.
2. Prinsip Non-Konsekuentialis: Konsep etika ini mendasarkan penilaian pada rangkaian peraturan yang digunakan sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan. Penilaian etis lebih didasarkan pada alasan, bukan pada akibatnya. Ada dua prinsip utama di dalam konsep ini, yaitu:
a. Prinsip Hak: Menjamin hak asasi manusia. Hak ini berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain.
b. Prinsip Keadilan: Keadilan biasanya terkait dengan isu hak, kejujuran,dan kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
(1). Keadilan distributif. Keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban sosial. (2). Keadilan retributif. Keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang harus bertanggungjawab atas dampak negatif atas tindakan yang dilakukannya (kecuali jika tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain.) (3). Keadilan kompensatoris. Keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian, misalnya kehilangan nyawa manusia.
10 PRINSIP PENERAPAN ETIKA BISNIS
Dalam ranah ilmu filsafat, kajian etika berusaha menjawab secara kritis terhadap pertanyaan: mengapa sebuah perbuatan ini dinilai baik atau buruk? Namun dalam dunia bisnis secara praktis, kita harus mengoperasionalkan etika bisnis sehingga dapat diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari. Berikut ini adalah 10 Prinsip di dalam menerapkan Etika Bisnis yang positif:
1. Etika Bisnis itu dibangun berdasarkan etika pribadi: Tidak ada perbedaan yang tegas antara etika bisnis dengan etika pribadi. Kita dapat merumuskan etika bisnis berdasarkan moralitas dan nilai-nilai yang kita yakini sebagai kebenaran.
2. Etika Bisnis itu berdasarkan pada fairness. Apakah kedua pihak yang melakukan negosiasi telah bertindak dengan jujur? Apakah setiap konsumen diperlakukan dengan adil? Apakah setiap karyawan diberi kesempatan yang sama? Jika ya, maka etika bisnis telah diterapkan.
3. Etika Bisnis itu membutuhkan integritas. Integritas merujuk pada keutuhan pribadi, kepercayaan dan konsistensi. Bisnis yang etis memperlakukan orang dengan hormat, jujur dan berintegritas. Mereka menepati janji dan melaksanakan komitmen.
4. Etika Bisnis itu membutuhkan kejujuran. Bukan jamannya lagi bagi perusahaan untuk mengelabuhi pihak lain dan menyembunyika cacat produk. Jaman sekarang adalah era kejujuran. Pengusaha harus jujur mengakui keterbatasan yang dimiliki oleh produknya.
5. Etika Bisnis itu harus dapat dipercayai. Jika perusahaan Anda terbilang baru, sedang tergoncang atau mengalami kerugian, maka secara etis Anda harus mengatakan dengan terbuka kepada klien atau stake-holder Anda.
6. Etika Bisnis itu membutuhkan perencanaan bisnis. Sebuah perusahaan yang beretika dibangun di atas realitas sekarang, visi atas masa depan dan perannya di dalam lingkungan. Etika bisnis tidak hidup di dalam ruang hampa. Semakin jelas rencana sebuah perusahaan tentang pertumbuhan, stabilitas, keuntungan dan pelayanan, maka semakin kuat komitmen perusahaan tersebut terhadap praktik bisnis.
7. Etika Bisnis itu diterapkan secara internal dan eksternal. Bisnis yang beretika memperlakukan setiap konsumen dan karyawannya dengan bermartabat dan adil. Etika juga diterapkan di dalam ruang rapat direksi, ruang negosiasi, di dalam menepati janji, dalam memenuhi kewajiban terhadap karyawan, buruh, pemasok, pemodal dll. Singkatnya, ruang lingkup etika bisnis itu universal.
8. Etika Bisnis itu membutuhkan keuntungan. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang dikelola dengan baik, memiliki sistem kendali internal dan bertumbuh. Etika adalah berkenaan dengan bagaimana kita hidup pada saat ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bisnis yang tidak punya rencana untuk menghasilkan keuntungan bukanlah perusahaan yang beretika.
9. Etika Bisnis itu berdasarkan nilai. Perusahaan yang beretika harus merumuskan standar nilai secara tertulis. Rumusan ini bersifat spesifik, tetapi berlaku secara umum. Etika menyangkut norma, nilai dan harapan yang ideal. Meski begitu, perumusannya harus jelas dan dapat dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari.
10. Etika Bisnis itu dimulai dari pimpinan. Ada pepatah, “Pembusukan ikan dimulai dari kepalanya.” Kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap corak lembaga. Perilaku seorang pemimpin yang beretika akan menjadi teladan bagi anak buahnya.
Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga yang tidak dapat ditawar lagi. Seorang konsumen yang tidak puas, rata-rata akan mengeluh kepada 16 orang di sekitarnya. Dalam zaman informasi seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan massif. Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis, adil dan jujur adalah satu-satunya cara supaya kita dapat bertahan di dalam dunia bisnis sekarang.

MASALAH POKOK DALAM ETIKA BISNIS

Andaikan anda adalah seorang direktur teknik yang harus menerapkan teknologi baru. Anda tahu teknologi ini diperlukan dapat meningkatkan efisiensi industri, namun pada saat yang sama juga membuat banyak pegawai yang setia akan kehilangan pekerjaan, karena teknologi ini hanya memerlukan sedikit tenaga kerja saja. Bagaimana sikap anda? Dilema moral ini menunjukkan bahwa masalah etika juga meliputi kehidupan bisnis. Perusahaan dituntut untuk menetapkan patokan etika yang dapat diserap oleh masyarakat dalam pengambilan keputusannya. Sedangkan di pihak lain, banyak masyarakat menganggap etika itu hanya demi kepentingan perusahaan sendiri. Tantangan yang dihadapi serta kesadaran akan keterbatasan perusahaan dalam memperkirakan dan mengendalikan setiap keputusannya membuat perusahaan semakin sadar tentang tantangan etika yang harus dihadapi.
INOVASI,PERUBAHAN DAN LAPANGAN KERJA

Aspek bisnis yang paling menimbulkan pertanyaan menyangkut etika adalah inovasi dan perubahan. Sering terjadi tekanan untuk berubah membuat perusahaan atau masyarakat tidak mempunyai pilihan lain. Perusahaan harus menanam modal pada mesin dan pabrik baru yang biasanya menimbulkan masalah karena ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja yang dimiliki dan yang dibutuhkan oleh teknologi baru. Sedangkan perusahaan yang mencoba menolak perubahan teknologi biasanya menghadapi ancaman yang cukup besar sehingga memperkuat alasan perlunya melakukan perubahan. Keuntungan ekonomis dari inovasi dan perubahan biasanya digunakan sebagai pembenaran yang utama.
Sayangnya biaya sosial dari perubahan jarang dibayar oleh para promotor inovasi. Biaya tersebut berupa hilangnya pekerjaan, perubahan dalam masyarakat, perekonomian, dan lingkungan. Biaya-biaya ini tak mudah diukur. Tantangan sosial yang paling mendasar berasal dari masyarakat yang berdiri di luar proses. Dampak teknologi baru bukan mustahil tak dapat diprediksi. Kewaspadaan dan keterbukaan yang berkesinambungan merupakan tindakan yang penting dalam usaha perusahaan memenuhi kewajibannya.
Dampak inovasi dan perubahan terhadap tenaga kerja menimbulkan banyak masalah dibanding aspek pembangunan lainnya. Banyak pegawai menganggap inovasi mengecilkan kemampuan mereka. Hal ini mengubah kondisi pekerjaan serta sangat mengurangi kepuasan kerja. Perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk menyediakan lapangan kerja dan menciptakan tenaga kerja yang mampu bekerja dalam masa perubahan. Termasuk di dalamnya adalah
mendukung, melatih, dan mengadakan sumber daya untuk menjamin orang-orang yang belum bekerja memiliki keahlian dan dapat bersaing untuk menghadapi dan mempercepat perubahan.
PASAR DAN PEMASARAN

Monopoli adalah contoh yang paling ekstrem dari distorsi dalam pasar. Ada banyak alasan untuk melakukan konsentrasi industri, misal, meningkatkan kemampuan berkompetisi, memudahkan permodalan, hingga semboyan “yang terkuat adalah yang menang”. Penyalahgunaan kekuatan pasar melalui monopoli merupakan perhatian klasik terhadap bagaimana pasar dan pemasaran dilaksanakan. Kecenderungan untuk berkonsentrasi dan kekuatan nyata dari perusahaan raksasa harus dilihat secara hati-hati.
Banyak kritik diajukan pada aspek pemasaran, misal, penyalahgunaan kekuatan pembeli, promosi barang yang berbahaya, menyatakan nilai yang masih diragukan, atau penyalahgunaan spesifik lain, seperti iklan yang berdampak buruk bagi anak-anak. Diperlukan kelompok penekan untuk mengkritik tingkah laku perusahaan. Negara pun dapat menentukan persyaratan dan standar.
PENGURUS DAN GAJI DIREKSI

Unsur kepengurusan adalah bagian penting dari agenda kebijaksanaan perusahaan karena merupakan kewajiban yang nyata dalam bertanggungjawab terhadap barang dan dana orang lain. Perusahaan wajib melaksanakan pengurusan manajemen dengan tekun atas semua harta yang dipertanggungjawabkan pada pemberi tugas. Tugas terutama berada pada pundak direksi yang diharapkan bertindak loyal, dapat dipercaya, serta ahli dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak boleh menyalahgunakan posisinya. Mereka bertanggung jawab pada perusahaan juga undang-undang. Dalam hal ini auditing memegang peranan penting dalam mempertahankan stabilitas antara kebutuhan manajer untuk menjalankan tugasnya dan hak pemegang saham untuk mengetahui apa yang sedang dikerjakan para manajer. Perdebatan mengenai gaji direksi terjadi karena adanya ketidakadilan dalam proses penentuannya, ruang gerak yang dimungkinkan bagi direksi, kurang jelasnya hubungan antara kinerja organisasi dan penggajian, paket-paket tambahan tersembunyi dan kelemahan dalam pengawasan. Tampaknya gaji para direksi meningkat, sementara tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata cenderung menurun, dan nilai saham berfluktuasi. Hal ini menimbulkan kritik dan kesadaran untuk menyoroti kenaikan gaji para eksekutif senior. Informasi dan pembatasan eksternal merupakan unsur penting dalam upaya menyelesaikan penyalahgunaan yang terjadi.
TANTANGAN MULTINASIONAL

Sering terjadi, perusahaan internasional mengambil tindakan yang tak dapat diterima secara lokal. Banyak pertanyaan mendasar bagi perusahaan multinasional, seperti kemungkinan masuknya nilai moral budaya ke budaya masyarakat lain, atau kemungkinan perusahaan mengkesploitasi lubang-lubang perundang-undangan dalam sebuah negara demi kepentingan mereka. Dalam prakteknya, perusahaan internasional mempengaruhi perkembangan ekonomi sosial masyarakat suatu negara. Mereka dapat mensukseskan aspirasi negara atau justru malah membuat frustasi dengan menghambat tujuan nasional. Hal ini meningkatkan kewajiban bagi perorangan maupun industri untuk melaksanakan aturan kode etik secara internal maupun eksternal.

ETIKA BISNIS : DISKRIMINASI PEKERJAAN TERHADAP WANITA

What is job discrimination?
Diskriminasi pekerjaan adalah tindakan pembedaan, pengecualian, pengucilan, dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, ras, agama, suku, orientasi seksual, dan lain sebagainya yang terjadi di tempat kerja.
Dari data yang kami himpun dari berbagai artikel, rupanya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja sampai saat ini masih banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan. Topik yang kami pilih pun terkait wanita yang kami amati dari segi kasus kehamilan, stereotype gender, dan agama (teruma muslim).
Diskriminasi pekerjaan terhadap wanita hamil
Ada indikasi, beberapa perusahaan banyak yang memasung hak-hak reproduksi perempuan seperti pemberian cuti melahirkan bagi karyawan perempuan dianggap pemborosan dan inefisiensi. Perempuan dianggap mengganggu produktivitas perusahaan sehingga ada perusahaan yang mensyaratkan calon karyawan perempuan diminta untuk menunda perkawinan dan kehamilan selama beberapa tahun apabila mereka diterima bekerja. Syarat ini pun menjadi dalih sebagai pengabdian perempuan kepada perusahaan layaknya anggota TNI yang baru masuk.
Meskipun undang-undang memberi wanita cuti melahirkan selam 3 bulan, yakni 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, wanita yang sedang hamil atau melahirkan masih sering dipecat atau diganti ketika sedang cuti. Hal ini terjadi pada perusahaan yang tidak begitu baik tingkat pendapatannya. Mereka rugi bila harus menanggung biaya atau memberikan gaji bagi yang cuti.
Diskriminasi pekerjaan karena stereotype gender
Tak dipungkiri, dalam masyarakat Indonesia dan beberapa Negara, wanita kebanyakan ditempatkan pada tugas-tugas administrasi dengan bayaran lebih rendah dan tidak ada prospek kenaikan jabatan. Masih ada stereotype yang ‘menjebak’ bahwa wanita identik dengan “penampilan menarik”, hal ini seringkali dicantumkan dalam kriteria persyaratan sebuah jabatan pada lowongan pekerjaan. Pegawai perempuan sering mengalami tindakan yang menjurus pada pelecehan seksual. Misalnya, ketika syarat yang ditetapkan perusahaan adalah harus memakai rok pendek dan cenderung menonjolkan kewanitaannya.
Diskriminasi terhadap wanita muslim
Kasus yang terbaru untuk kategori diskriminasi ini ini adalah terjadi di Inggris. Hanya karena mengenakan busana Muslim, banyak wanita Muslimah berkualitas di Inggris mengalami diskriminasi dalam pekerjaan mereka. Laporan EOC menunjukkan bahwa 90% kaum perempuan Muslim asal Pakistan dan Banglades mendapat gaji yang lebih rendah dan tingkat penganggurannya tinggi.
Kasus lain juga terjadi di Perancis, pada kwartal akhir tahun 2002. Seorang pekerja wanita dipecat perusahaan tempatnya bekerja lantaran menolak menanggalkan jilbab yang dikenakannya saat bekerja. Padahal dirinya telah bekerja di tempat tersebut selama 8 tahun. Menurut laporan BBC News, tindakan ini dipicu oleh tragedi 11 September 2001 adanya pesawat yang menabrak WTC di Amerika Serikat.
Beberapa contoh ekstrim
Kenyataan saat ini bahwa banyak perempuan harus bekerja di luar rumah untuk membantu suami menambah penghasilan keluarga ternyata tidak selamanya dipandang positif. Kejadian yang menimbah Ny. Lilis, istri guru Sekolah Dasar Negeri di Tangerang, menjadi contoh hal ini. Ny. Lilis ditangkap polisi satpol PP atas aturan jam malam bagi wanita yang diindikasikan sebagai pelacur atau pekerja seks komersial.
Pada saat itu, Ny. Lilis sedang menunggu angkutan umum untuk pulang ke rumahnya setelah pulang dari bekerja di sebuah rumah makan pada malam hari. Dengan hanya mencurigai gerak-geriknya dan tanpa ada bukti atau introgasi awal, Ny. Lilis ditangkap begitu saja dan sempat dihukum penjara. Mirisnya lagi, Ny. Lilis saat itu juga sedang hamil. Dia bekerja karena untuk membantu menambah penghasilan suaminya yang habis untuk membayar berbagai pinjaman guna meyambung hidup sehari-hari.
Penyebab terjadinya diskriminasi kerja
Beberapa penyebab yang menimbulkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan, di antaranya, pertama, adanya tata nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideologi patriaki). Kedua, adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama dan tak pantas melakukannya.
Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan yang masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak. Dalam hal ini, pekerja wanita dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan mempunyai anak.
Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal manusia, misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan tingkat produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita adalah kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki.

MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN ETIKA BISNIS DALAM PERUSAHAAN

(Disampaikan pada acara Seminar Nasional Audit Internal YPIA, Yogyakarta, 12 – 13 April 2006)

.... being ethically literate is not just about giving large sums of money for charity. It is about recognizing and acting on potential ethical
issues before they become legal problem ( Berenheim).

Kalimat pembuka yang disampaikan oleh Ronald E. Berenheim dari New York University (2001) tampaknya sangat relevan dengan topik kita saat ini. Karena semenjak terjadinya kasus Enron (2001) dan Worldcom (2002) perhatian perusahaan-perusahaan besar kelas dunia terhadap upaya melakukan revitalisasi penerapan etika bisnis dalam perusahaan makin berkembang. Hal ini terutama didesak oleh kepentingan para pemegang saham agar Direksi lebih mendasarkan pengelolaan perusahaan pada etika bisnis, karena pemegang saham tidak ingin kehancuran yang terjadi pada Enron dan Worldcom terulang pada perusahaan mereka. Demikian pula stakeholders (pemangku kepentingan) lainnya pun tidak ingin tertipu dan ditipu oleh pengelola perusahaan. Walaupun sebelumnya telah diperingatkan pula dengan kasus Baring dengan aktornya Nicholas Leeson (1995).


Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai tahap pernyataan-pernyaaatn atau sekedar “lips-service” belaka. Karena memang enforcement dari pemerintah pun belum tampak secara jelas.

Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika bisnis secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf kepada suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari sisi korporasi, adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis secara benar, konsisten dan konsekwen. Demikian pula penyebab terjadinya kasus Pertamina tahun (1975), Bank Duta (1990) adalah serupa.

Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode etik dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasi-kan nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis bersama-sama corporate-culture atau budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal) tidak tergantung pada kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan “grey-area” yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.

Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard Decisions on Soft Criteria, membedakan antara ethics, morality dan law sebagai berikut :
• Ethics is defined as the consensually accepted standards of behavior for an occupation, trade and profession
• Morality is the precepts of personal behavior based on religious or philosophical grounds
• Law refers to formal codes that permit or forbid certain behaviors and may or may not enforce ethics or morality.
Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita :
1. Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh karena itu dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
3. Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Dari pengelompokan tersebut Cavanagh (1990) memberikan cara menjawab permasalahan etika dengan merangkum dalam 3 bentuk pertanyaan sederhana yakni :
• • Utility : Does it optimize the satisfactions of all stakeholders ?
• • Rights : Does it respect the rights of the individuals involved ?
• • Justice : Is it consistent with the canons oif justice ?

Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.
Contoh kasus Enron yang selain menhancurkan dirinya telah pula menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang memiliki reputasi internasional, dan telah dibangun lebih dari 80 tahun, menunjukan bahwa penyebab utamanya adalah praktek etika perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena lemahnya kepemimpinan para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai kegagalan tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana oleh cahaya dan kilatan suatu perusahaan hanya semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat belum tentu emas.

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena :
• • Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi
• baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
• • Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
• • Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
• • Akan meningkatkan keunggulan bersaing.

Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara :
• • Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
• • Memperkuat sistem pengawasan
• • Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.
Ketentuan tersebut seharusnya diwajibkan untuk dilaksanakan, minimal oleh para pemegang saham, sebagaimana dilakukan oleh perusahaan yang tercatat di NYSE ( antara lain PT. TELKOM dan PT. INDOSAT) dimana diwajibkan untuk membuat berbagai peraturan perusahaan yang sangat ketat sesuai dengan ketentuan dari Sarbannes Oxley yang diterbitkan dengan maksud untuk mencegah terulangnya kasus Enron dan Worldcom.
Kesemuanya itu adalah dari segi korporasi, bagaimana penerapan untuk individu dalam korporasi tersebut ? Anjuran dari filosuf Immanual Kant yang dikenal dengan Golden Rule bisa sebagai jawabannya, yakni :
• • Treat others as you would like them to treat you
• • An action is morally wrong for a person if that person uses others, merely as means for advancing his own interests.

Apakah untuk masa depan etika perusahaan ini masih diperlukan ? Bennis, Spreitzer dan Cummings (2001) menjawab “ Young leaders place great value on ethics. Ethical behavior was identified as a key characteristic of the leader of the future and was thought to be sorely lacking in current leaders.”
Dan kasus Enron pun merupakan pukulan berat bagi sekolah-sekolah bisnis karena ternyata etika belum masuk dalam kurikulum misalnya di Harvard Business School. Sebelumnya mahasiswa hanya beranggapan bahwa “ethics as being about not getting caught rather than how to do the right thing in the first place”.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bennis Warren, Spreitzer Gretchen M, Cummings Thomas, The Future of Leadership, Jossey-Bass, San Fransisco (2001).
2. Berenheim Ronald, The Enron Ethics Breakdown, The Conference Board Inc., New York (2001).
3. Cavanagh, G.F. , American Business Values, 3rd Edition, Prentice Hall, New Jersey ( 1990).
4. Fusaro Peter C., and Miller Ross M., What Went Wrong at Enron, John Willey & Sons, New Jersey, 2002.
5. Von der Embse and Wagley R.A.., Managerial Ethics Hard Decisions on Soft Criteria, SAM Advanced Management Journal (1994).
6. Zhang Peter G., Baring Bankruptcy and Financial Derivatives, World Scientific, Singapore (1995)

ETIKA BISNIS : KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

ETIKA BISNIS & PEDOMAN PERILAKU

Prinsip Dasar

Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
1. Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
2. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
3. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
A. Nilai-nilai Perusahaan
1. Nilai-nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Oleh karena itu, sebelum merumuskan nilai-nilai perusahaan, perlu dirumuskan visi dan misi perusahaan.
2. Walaupun nilai-nilai perusahaan pada dasarnya universal, namun dalam merumuskannya perlu disesuaikan dengan sektor usaha serta karakter dan letak geografis dari masing-masing perusahaan.
3. Nilai-nilai perusahaan yang universal antara lain adalah terpercaya, adil dan jujur.
B. Etika Bisnis
1. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingan (stakeholders) .
2. Penerapan nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis secara berkesinambungan mendukung terciptanya budaya perusahaan.
3. Setiap perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati bersama dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku.
C. Pedoman Perilaku
Fungsi Pedoman Perilaku
i. Pedoman perilaku merupakan penjabaran nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis dalam melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ perusahaan dan semua karyawan perusahaan;
ii. Pedoman perilaku mencakup panduan tentang benturan kepentingan, pemberian dan penerimaan hadiah dan donasi, kepatuhan terhadap peraturan, kerahasiaan informasi, dan pelaporan terhadap perilaku yang tidak etis.
Benturan Kepentingan
i. Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, angggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta karyawan perusahaan;
ii. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan harus senantiasa mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas kepentingan ekonomis pribadi atau keluarga, maupun pihak lainnya;
iii. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan pihak-pihak lain;
iv. Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan, pihak yang bersangkutan tidak diperkenankan ikut serta;
v. Pemegang saham yang mempunyai benturan kepentingan harus mengeluarkan suaranya dalam RUPS sesuai dengan keputusan yang diambil oleh pemegang saham yang tidak mempunyai benturan kepentingan;
vi. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan yang memiliki wewenang pengambilan keputusan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memiliki benturan kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat olehnya dan telah melaksanakan pedoman perilaku yang ditetapkan oleh perusahaan.
Pemberian dan Penerimaan Hadiah dan Donasi
i. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang memberikan atau menawarkan sesuatu, baik langsung ataupun tidak langsung, kepada pejabat Negara dan atau individu yang mewakili mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan;
ii. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang menerima sesuatu untuk kepentingannya, baik langsung ataupun tidak langsung, dari mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan;
iii. Donasi oleh perusahaan ataupun pemberian suatu aset perusahaan kepada partai politik atau seorang atau lebih calon anggota badan legislatif maupun eksekutif, hanya boleh dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam batas kepatutan sebagaimana ditetapkan oleh perusahaan, donasi untuk amal dapat dibenarkan;
iv. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memberikan sesuatu dan atau menerima sesuatu yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
Kepatuhan terhadap Peraturan
i. Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan;
ii. Dewan Komisaris harus memastikan bahwa Direksi dan karyawan perusahaan melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan;
iii. Perusahaan harus melakukan pencatatan atas harta, utang dan modal secara benar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Kerahasiaan Informasi
i. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan harus menjaga kerahasiaan informasi perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, peraturan perusahaan dan kelaziman dalam dunia usaha;
ii. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang berkaitan dengan perusahaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada informasi rencana pengambil-alihan, penggabungan usaha dan pembelian kembali saham;
iii. Setiap mantan anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan, serta pemegang saham yang telah mengalihkan sahamnya, dilarang mengungkapkan informasi yang menjadi rahasia perusahaan yang diperolehnya selama menjabat atau menjadi pemegang saham di perusahaan, kecuali informasi tersebut diperlukan untuk pemeriksaan dan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atau tidak lagi menjadi rahasia milik perusahaan.
Pelaporan terhadap pelanggaran Pedoman Perilaku
i. Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa pengaduan tentang pelanggaran terhadap etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan diproses secara wajar dan tepat waktu;
ii. Setiap perusahaan harus menyusun peraturan yang menjamin perlindungan terhadap individu yang melaporkan terjadinya pelanggaran terhadap etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan. Dalam pelaksanannya, Dewan Komisaris dapat memberikan tugas kepada komite yang membidangi pengawasan implementasi GCG.

ETIKA BISNIS : Monopoli – Kasus PT. Perusahaan Listrik Negara


ETIKA BISNIS : Monopoli – Kasus PT. Perusahaan Listrik Negara
A. Latar belakang masalah
PT. PLN merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi PT. PLN untuk memenuhi itu semua, namun pada kenyataannya masih banyak kasus dimana mereka merugikan masyarakat. Kasus ini menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun disisi lain tindakan PT. PLN justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.
B. Pengertian monopoli
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Secara umum perusahaan monopoli menyandang predikat jelek karena di konotasikan dengan perolehan keuntungan yang melebihi normal dan penawaran komoditas yang lebih sedikit bagi masyarakat, meskipun dalam praktiknya tidak selalu demikian. Dalam ilmu ekonomi dikatakan ada monopoli jika seluruh hasil industri diproduksi dan dijual oleh satu perusahaan yang disebut monopolis atau perusahaan monopoli.
C. Jenis monopoli
Ada dua macam monopoli. Pertama adalah monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial. Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain. Dalam jenis monopoli ini, sesungguhnya pasar bersifat terbuka. Karena itu, perusahaan ain sesungguhnya bebas masuk dalam jenis industri yang sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi perusahaan monopolistis tadi sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasasi pasar dalam jenis industri tersebut.
Yang menjadi masalah adalah jenis monopoli yang kedua, yaitu monopoli artifisial. Monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena pertimbangan rasional maupun irasional. Pertimbangan rasional misalnya demi melindungi industri industri dalam negeri, demi memenuhi economic of scale, dan seterusnya. Pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya dan bisa dari yang samar-samar dan besar muatan ideologisnya sampai pada yang kasar dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain, bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.
D. Ciri pasar monopoli
Adapun yang menjadi ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:
1. Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan. Dari definisi monopoli telah diketahui bahwa hanya ada satu saja perusahaan dalam industri tersebut. Dengan demikian barang atau jasa yang dihasilkannya tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai pilihan lain, kalau mereka menginginkan barang tersebut maka mereka harus membeli dari perusahaan monopoli tersebut. Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli itu, dan konsumen tidak dapat berbuat suatu apapun didalam menentukan syarat jual beli.
2. Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip. Barang yang dihasilkan perusahaan monopoli tidak dapat digantikann oleh barag lain yang ada didalam pasar. Barang-barang tersebut merupakan satu-satunya jenis barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip yang dapat menggantikan.
3. Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri. Sifat ini merupakan sebab utama yang menimbulkan perusahaan yang mempunyai kekuasaan monopoli. Keuntungan perusahaan monopoli tidak akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri tersebut.
4. Dapat mempengaruhi penentuan harga. Oleh karena perusahaan monopoli merupakan satu-satunya penjual didalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasainya. Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang sebagai penentu harga.
5. Promosi iklan kurang diperlukan. Oleh karena perusahaan monopoli adalah satu-satunya perusahaan didalam industri, ia tidak perlu mempromosikan barangnya dengan menggunakan iklan. Walau ada yang menggunakan iklan, iklan tersebut bukanlah bertujuan untuk menarik pembeli, melainkan untuk memelihara hubungan baik dengan masyarakat.
E. Undang-undang tentang monopoli
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam situasi tertentu kita membutuhkan perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besra, dalam banyak hal praktik monopoli, oligopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan, karena bila tidak dapat merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Strategi yang paling ampuh untuk itu, sebagaimana juga ditempuh oleh Negara maju semacam Amerika, adalah melalui undang-undang anti-monopoli.
Di Indonesia untuk mengatur praktik monopoli telah dibuat sebuah undang-undang yang mengaturnya. Undang-undang itu adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini menerjemahkan monopoli sebagai suatu tindakan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan praktik monopoli pada UU tersebut dijelaskan sebagai suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. UU ini dibagi menjadi 11 bab yang terdiri dari beberapa pasal.
F. Rumusan masalah
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.
Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
2. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
G. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika deontologi
Konsep teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang baik dari pelaku.
Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.
H. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika teleologi
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.
I. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung pada PT. PLN.
J. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
K. Saran
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, ada baiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.